Moralitas dan Keindahan Inner Beauty
Ilustrasi moralitas dan keindahan (www.freepik.com) |
Oleh: Nurma Dewi
Pendahuluan
Judul ini mencoba memperbincangkan fenomena moralitas yang tentunya fenomena-fenomena tersebut bukanlah hal baru terjadi. Jauh ribuan tahun, atau bahkan pada generasi pertama manusia tercipta ajaran moralitas sudah ada.
Apakah fenomena moralitas dalam arti keluhuran budi (manusia-manusia bermoral) maupun moralitas dalam arti keburukan budi (manusia-manusia tidak bermoral), ini yang kemudian menjadi tema-tema diskusi para sarjana.
Pengkajian tentang moral telah dilakukan berpuluh abad yang lalu oleh para filsuf, terutama filsuf-filsuf dari Yunani. Yang kemudian dilanjutkan oleh filsuf pada generasi selanjutnya baik dari Barat maupun Timur.
Secara sederhana dapat dipahami dari kajian moral para filsuf memberikan pengetahuan moral etis dan tidak etis, santun dan tidak santun, berbudi dan tidak berbudi, beradab dan tidak beradab, termasuk berestetika dan tidak berestetika.
Kajian aspek moral menjadi penting, kendatipun telah puluhan abad memperbincangkan hal tersebut, namun tradisi pengkajian ini tetap relevan diperbincangkan hingga sekarang (abad modern).
Hal ini memberikan sebuah konstruksi akar moral yang begitu kuat baik dalam alam idea maupun tindakan dalam kehidupan sosial masyarakat.
Persoalan moral tidak hanya mengambil ruang formal, pada ruang tidak formalpun perilaku moral tetap menjadi sorotan. Tidak hanya manusia tua, manusia mudapun mempertanyakan persoalan moral.
Sekalipun ia masih dikategorikan anak-anak. Apalagi manusia dewasa yang dalam pandangan pendidikan sebagai orang yang memberikan edukasi untuk anak-anak.
Tentu, kita akan mendapati perbedaan perilaku moral diera klasik dan modern. Kendatipun ada perbedaan, namun ketika seseorang berperilaku tidak sesuai dengan tataran moral, manusi era modern memperlihatkan ketidaksetujuaannya terhadap perilaku yang tidak beretika.
Artinya Gen-Z masih memegang prinsip-prinsip dasar dari norma-norma moral tersEbut. Memang ada sebagian dari Gen-Z yang sudah "terkontaminasi" menyutui perilaku yang tal beretika.
Tapi masih banyak Gen-Z yang dinilai masih "murni" tidak latah dengan meng-iya-kan perilaku -perilaku seperti idak jujur, tidak berintegritas, tidak sopan, tidak beretika, dan tidak menghormati.
Ajaran Moral dalam Islam
Tentu saja moralitas sebagai inner beauty, memiliki kaitan dengan ajaran Islam yang ditegaskan dalam Al-Quran dan praktik Nabi Muhammad. Al-Quran mengajarkan nilai-nilai moral, seperti keadilan, kasih sayang, dan kejujuran.
Allah SWT dalam firmanNya surah Al-Ma'idah ayat 8 yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan".
Ayat tersebut merupakan peringatan dari Allah SWT kepada manusia untuk bersikap adil dan menegakkan kebenaran. Kendatipun terhadap seseorang yang tidak kita sukai, tetap junjungan moral tetap harus bersikap adil dan benar, tidak bersikap curang dan culas. Ini merupakan salah satu dasar pengajaran moral dalam ajaran Islam.
Nabi Muhammad juga menjadi teladan moral bagi umat Islam. Hadis-hadis yang mencatat perilaku dan ajaran beliau memperkuat konsep inner beauty dalam moralitas.
Perilaku moral dari Nabi Muhammad Saw, yang disebut dengan "teladan", telah memberikan sebuah contoh dari perilaku moral. Bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia, termasuk bagaimana seorang anak muda berinteraksi dengan orang yang lebih tua, begitupun sebaliknya.
Perilaku kejujuran dan kasih sayang Nabi menjadi pedoman bagi umat Muslim. Pengetahuan literasi histori ini yang hari ini mulai hilang.
Untuk mengupayakan literasi histori hidup dan menjadi sebuah nilai yang bermakna, di sini saya menyoroti dari sudut pandang pendidikan. Dalam pendidikan ada yang disebut dengan tri pusat pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pertama, keluarga, ajaran-ajaran Islam semestinya menjadi Mulok, interaksi yang tidak terstuktur, pola interaksi yang berwarna namun menyemai nilai-nilai kebermaknaan dalam setiap interaksi tersebut.
Kedua, sekolah, dengan interaksi yang terpola dari manusia yang beragam, memberi pengajaran akan nilai-nilai sosial.
Ketiga, masyarakat, gabungan dari interaksi yang tidak terpola dan interaksi yang terpola, kiranya mampu memberikan keyakinan yang konkrit tentang praktik ajaran moral Islami.
Sebab, penting bagi umat Islam untuk merenungkan nilai-nilai Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Keindahan Batin
Mengutip kitab "Ihya 'Ulum al-Din", Imam Al-Ghazali, memiliki pandangan mendalam terkait keindahan batin. Keindahan batin dengan kata lain disebut dengan "kesucian hati".
Kesucian hati memberi pantulan pada tindakan fisik manusia, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, penglihatan, dan pendengaran. Dari bentuk fisik inilah kemudian manusia memberikan sebuah penilaian moral.
Karna itu, Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya kesucian hati dan moralitas sebagai bagian penting dari ibadah. Contoh kebaikan batiniah, bertaqwa kepada Allah, kesabaran, pengendalian amarah, pengendalian hawa nafsu, jujur.
Untuk mencapai keindahan batin, seseorang harus memperbaiki moralitasnya, mengarahkan niatnya kepada Allah, dan memperhatikan etika dalam segala aspek kehidupan.
Pandangan Al-Ghazali ini mencerminkan konsep bahwa moralitas bukan hanya tindakan lahiriah, tetapi juga keadaan batin yang mencerminkan hubungan seseorang dengan Tuhan.
Apa inti pesan dari Imam Al-Ghazali, yaitu upaya pengajaran keselarasan antara spiritualitas dengan moralitas untuk mencapai kebahagiaan yang sejati.
Keindahan Moral
Keindahan moralitas sebagai inner beauty adalah cahaya yang bersinar dari dalam diri seseorang, mendorong tindakan yang baik, kasih sayang, dan kebaikan kepada sesama.
Dalam pandangan ini, moralitas menjadi pilar yang memperkaya tidak hanya kehidupan individu tetapi juga memengaruhi lingkungan sekitarnya.
Moralitas bukan hanya tentang tindakan luar, tetapi juga tentang keindahan inner atau batiniah seseorang. Ini sejalan dengan nilai-nilai spiritual dan etika yang ditekankan oleh banyak tradisi agama, termasuk Islam.
Moralitas bukan hanya aturan luar, melainkan pancaran tulus dari hati yang tercermin dalam setiap interaksi dan keputusan.
Dengan kata lain, kebaikan moral tidak hanya terlihat dalam tindakan fisik, tetapi juga tercermin dalam niat dan keadaan batin individu.
Kesimpulan
Moralitas sebagai inner beauty menyoroti pentingnya sebuah nilai integritas pribadi, kejujuran, dan nilai-nilai etis yang mengakar dalam hati seseorang. Ini menciptakan landasan kuat untuk kehidupan yang bermakna dan bernilai ibadah.