Palestina, Iran dan Pan-Islamisme
Gambar sebagai ilustrasi dari persatuan umat Islam di dunia
Freepik.com
Konflik di Palestina sebagai simbol ketidak adilan, dan kesemena-mena Barat terhadap masyarakat Muslim. Persatuan umat Islam di seluruh dunia menjadi dasar solidaritas dalam memperjuangkan ketidakadilan tersebut.
Penulis: Nurma Dewi
Pasca penyerangan Iran ke Israel, saya mencoba mengamati reaksi masyarakat melalui dunia maya. Ketika ada postingan berita penyerangan yang dilakukan Iran ke Israel, sebagian netijen mengucapkan terima kasih kepada Iran atas keberaniannya menyerang Israel. Sebab resiko yang ditanggung Iran sangat berat, bukan hanya pembalasan dari Israel semata, tapi kroni-kroninya juga ikut. Termasuk nanti sanksi yang diterima dari PBB, meskipun Israel yang menabuh genderang, tapi sanksi PBB tidak berlaku bagi mereka.
Sebagian netijen lain masih memperdebatkan 'kesyiahan' Iran, seakan-akan tak ada respek apa-apa ketika Israel membunuh ilmuwan-ilmuwan Iran, mengembargo, termasuk baru-baru ini aksi pengeboman di Kedubes Iran di Suriah ( 1 April 2024.
Narasi 'kesyiahan' menjadi salah satu peluang yang dibaca oleh Israel beserta bestinya untuk melemahkan Iran. Narasi 'tersebut dinilai berhasil dalam mengiring opini masyarakat dunia terutama umat Islam untuk 'membenci' Iran.
Kerena itu, dalam penyerangan Iran ke Israel beberapa waktu lalu, selain buntut penyerangan Israel ke Kedubes Iran, juga sebagai pembelaan terang-terangan atas penderitaan rakyat Palestina. Sayangnya, pembelaan tersebut seperti tidak mendapat dukungan politik dari negara-negara Islam. Terutama negara-negara Islam yang bertetangga dengan Iran.
Tentu, terdapat beragam alasan mengapa Iran tidak mendapat dukungan politik dari negara-negara Islam yang berada di Timur-Tengah.
Lantas apakah kemudian Iran ciut? Kita dapat saksikan diberbagai media sosial yang memberitakan keberanian dan kesiapan Iran menunjukkan taringnya sebagai bangsa yang sangat diperhitungkan oleh Barat, termasuk Israel sendiri.
Dunia Islam yang Terpasung
Tidak ada suara pemimpin Islam yang lantang seperti Amerika, yang siap pasang badan kalau Iran menyerang Israel. Mengapa?
Bukan suatu hal yang aneh, kebungkaman dunia-dunia Islam terhadap penindasan-penindasan yang dilakukan Yahudi (zionis) terhadap Palestina. Sebab, bila dilihat dari segi teknologi persenjataan, negara-negara Islam masih begitu jauh tertinggal dari bangsa Barat. Karena kekuatan teknologi yang kurang mampuni, sehingga membuat bangsa Barat berada di atas awan yang kemudian memandang negara-negara Islam seperti semut-semut kecil yang tak berdaya.
Di sisi lain, sistem politik negara-negara Islam yang belum begitu kuat. Apa buktinya? Beberapa kasus, misalnya, ketika Amerika menyerang Irak 20 Maret 2003, PBB tidak mampu mencegah agresi tersebut. Padahal anggotanya juga masuk negara-negara Islam, (Tempo.co, 13 Agustus 2003-Amerika Serikat Ngotot Serang Irak Tanpa Persetujuan PBB).
Dapat dikatakan secara tersirat merekapun seakan-akan menyetujui agresi tersebut. Apa bukti? Kalau PBB tidak setuju, kita dapat melihat pejatuhan sanksi PBB terhadap AS. Sampai agresi selesai dalam hitungan hari, tak pun ada sanksi yang diterima AS. Itu artinya, apa yang dilakukan AS sudah benar.
Termasuk juga perang AS di Afganistan (2001-2021), penyerangan ke Yaman (Tempo.co, Minggu 14 Januari 2024, "Mengapa Amerika Menyerang Houthi di Yaman"). Jadi, begitu banyak sisi-sisi kemanusiaan yang dirubuhkannya.
Begitupun ekonomi negara Islam, yang ikut dimonopoli oleh Barat. Tidak hanya itu, pun personal-personal pemimpin negara-negara Islam, kartu "AS" nya berada dalam sentilan jemari mereka (Barat), yang sewaktu-waktu, kartu "AS" tersebut dapat dimainkan. Sebagaimana seorang dalang memainkan wayangnya.
Berpuluh tahun Palestina berada dalam longsongan peluru Zionis. Darah, menjadi tinta dalam melukis dan menulis luka lara mereka. Anak-anak Palestina melukis di langit, bumi tempat mereka berpijak, penuh dengan serpihan-serpihan daging manusia yang tercabik dari tubuh ayah, ibu, anak, abang, kakak, adik akibat bom. Tapi, tak jua ada sebuah "kata mufakat" yang menyatukan negara-negara Islam dalam penyelesaian konflik tersebut. Pun OKI (Organisasi Kerjasama Islam).
Enam bulan terakhir, Israel begitu gencar menyerang Palestina. Kita menyaksikan kehancuran dan kematian di Palestina. Hampir seluruh masyarakat dunia atas nama kemanusiaan mengutuk perlakuan ketidakmanusiaan Israel atas masyarakat Palestina.
Secara kenegaraan, Palestina tidak mengerahkan militernya, seperti perang Rusia-Ukraina. Hanya individu-individu mulai dari orang dewasa hingga anak-anak melakukan perlawanan terhadap kesewenang-kesewenangan Israel. Tidak hanya laki-laki, para perempuan pun ikut melakukan perlawanan, bahkan termasuk gadis-gasis kecil.
Atas aksi Israel terhadap Palestina, Tayyip Erdogan Presiden Turki dinilai begitu vokal mengencam kebiadaban Israel. Beberapa sebutan dilontarkan ke Israel, seperti, Israel adalah negara teroris, penjahat perang, (Republika.id, 23 November 2023, Tempo.co, 1 Desember 2023).
Secara mental, Presiden Erdogan sangat berani, tapi secara teknologi persenjataan, Turki juga masih lemah. Berbeda dengan Rusia, ketika AS bernafsu membantu Ukraina, Presiden Putin langsung mewanti-wanti, dan AS harus mikir dua kali atas hasrat tersebut. Karna apa? Karena kecanggihan alat sejata yang dimiliki Rusia, kalau tidak dikatakan di atas AS, setidaknya setara dengan senjata perang yang dimiliki AS.
Pan-Islamisme, Mungkinkah?
Kondisi sosial-ekonomi-politik-pendidikan-agama-budaya umat Islam yang masih berada di titik rendah, mungkinkah dengan Pan-Islamisme mengangkat titik-titik tersebut ke permukaan?
Pan-Islamisme 'Persatuan Umat Islam di Seluruh Dunia', merupakan sebuah konsep yang diusung oleh Jamal al-Din Afghani. Konsep Pan-Islamisme tersebut dijelaskan dalam al-A'mal al-Kamilah. Melihat kondisi sosial umat Islam pada perang dunia II begitu terpuruk dalam berbagai lini kehidupan, Afghani secara politik mengajak umat Islam untuk bersatu melawan imperium Barat.
Tentu kemudian dalam perjalanannya paham Pan-Islamisme berkembang kepaham politik "Kekhalifahan". Tentu, selain tidak cukup ilmu saya, juga pembahasannya menjadi sangat panjang. Karena itu, saya tidak memperpanjang kajiannya.
Tetapi, di sini saya hendak mengatakan, secara umum kondisi umat Islam sekarang, (tanpa mengesampingkan capaian-capaian yang telah diraih oleh umat Islam), hampir sama (jika kita tidak mau dikatakan masih sama) dengan kondisi ketika munculnya konsep Pan-Islamisme. Di mana kita melihat hampir samanya?.
Selain Palestina, kita lihat misalnya umat Islam Rohingya (minoritas) yang terusir dari negerinya. Aceh menjadi salah satu wilayah bagi mereka dalam menata asa. Persoalannya, Aceh sendiri berada dalam angka 'kemiskinan'. Jangankan membantu mewujutkan asa saudara-saudara Muslim Rohingya, diri sendiri masih jatuh bangun dalam membangun asa.
Muslim Rohingya, tidak hanya lemah dari sisi ekonomi, dari sisi pendidikanpun mereka tidak mendapatkan pendidikan yang semestinya. Terakhir apa yang terjadi? Mereka menjadi 'mainan' politik dari pemimpin Myanmar.
Karna itu, berdasarkan pemahaman atas konsep Pan Islamisme 'Persatuan Umat Islam di Seluruh Dunia' menjadi dasar solidaritas umat Islam di seluruh dunia dalam mendukung pembebasan Pelestina, serta menentang kebijakan-kebijakan Israel yang dinilai melanggar hak-hak negara Palestina.
Pan-Islamiame juga menjadi dasar soidaritas umat Islam dalam hal politik, ekonomi, pendidikan, agama dan budaya.
Dengan kekuatan persatuan umat Islam di seluruh dunia, dalam aspek-aspek tersebut, maka negara-negara Islam menjadi negara yang berwibawa dan disegani.
Penutup
Palestina, Iran, dan gerakan Pan-Islamisme merupakan tiga entitas yang berbeda-beda, namun saling terkait dalam kontels politik, agama, dan sosial di Timur Tengah dan dunia Islam secara keseluruhan.
Palestina, dengan perjuangan panjangnya melawan zionis Israel, menjadi aimbol ketidakadilan dan ketegangan di wilayah tersebut.
Sementara Iran, sebagai negara Islam memainkan peran penting dalam geopolitik regional dan Pan-Islamisme.
Palestina, dengan perjuangannya melawan pendudukan Israel, menjadi simbol ketidakadilan dan ketegangan di wilayah tersebut.
Sementara itu, gerakan Pan-Islamisme membawa harapan untuk persatuan umat Islam di tengah tantangan politik, ekonomi, pendidikan, agama, budaya, sosial yang dihadapi oleh umat Muslim di seluruh dunia.