Kisah Anak Desa Meraih Magister Manajemen Pendidikan Islam di Pulau Jawa




                Gambar dok. pribadi

Oleh: Nurma Dewi

Seorang pria dari desa kecil berhasil meraih gelar master dalam Manajemen Pendidikan Islam (M.Pd). Namanya Musliadi, tetapi di kampung, ia akrab dipanggil si Boy, bagi kalangan adik-adik memanggil bang Boy. Hampir semua penduduk Kecamatan Kreung Sabee mengenal sosok si Boy.

Si Boy ini berbeda jauh dari karakter yang ada di film 'CATATAN SI BOY' yang terkenal di era 80-an, yang dibintangi oleh Ongki Alexander dan Meriam Bellina. Boy yang kami maksud adalah versi nyata dari kampung kami, dengan kisah yang unik dan bukan fiksi seperti dalam film tersebut.

Seorang pemuda yang lahir di Aceh Jaya, tepatnya di gampong Datar Luas pada 14 April 1988, kini tengah melanjutkan studi S2 di Universitas KH. Abdul Chalil Mojekerto di sela-sela kesibukannya. Setelah dua tahun menempuh pendidikan, pada hari Senin, 26 Agustus 2024, Musliadi akan mengikuti wisuda bersama rekan-rekannya.

Sebagai ayah dari dua putri, Munazzatul Farhana dan Munazzatul Salwa, ia merasakan kebahagiaan yang mendalam. Ekspresi wajahnya menunjukkan keharuan atas pencapaian gelar magister. Namun, di sisi lain, ada rasa sedih karena ia tidak bisa membawa serta istri dan kedua putrinya. Untuk membawa mereka, ia harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Dengan berat hati, ia memutuskan untuk berangkat sendiri dari Aceh menuju Mojekerto.


Pemuda ini tampak biasa saja jika dilihat sepintas. Ia adalah anak seorang petani yang telah kehilangan ibunya sejak masa remajanya. Ia memulai pendidikan di SD Bunta, tetapi saat naik kelas 2, ia pindah ke SD Negeri 2 Datar Luas dan tinggal bersama neneknya. Setelah lulus SD pada tahun 2001, ia harus menghadapi dua tahun masa menganggur karena situasi darurat militer yang sedang melanda Aceh. Suasana yang mencekam membuat pagi hari terasa seperti malam yang sunyi. Aktivitas masyarakat saat itu sangat terbatas.

Setelah dua tahun putus sekolah, ia akhirnya melanjutkan pendidikan di MtsN Krueng Sabee, yang kini dikenal sebagai MTsN 3 Aceh Jaya. Saat itu, suara tembakan antara TNI dan GAM masih terdengar, dan tiba-tiba ombak besar menghantam Aceh. Ya, Aceh mengalami tsunami pada tahun 2004. Wilayah pantai Barat adalah salah satu yang paling parah terdampak tsunami, termasuk desanya yang hancur total. Syukurlah, ia dan keluarganya selamat. Saat itu, ia masih duduk di kelas 1 Madrasah Tsanawiyah.

Kesedihan tak kunjung reda, ibunya mulai mengalami masalah kesehatan. Sebagai anak sulung dari empat bersaudara, ia merasa bertanggung jawab untuk merawat ibunya. Sementara itu, adik-adiknya masih sangat muda. Tak lama setelah itu, pada bulan Januari 2006, ibunya pun berpulang ke rahmatullah.

Dengan rasa duka yang mendalam, ia berhasil menyelesaikan pendidikannya. Setelah itu, berkat dukungan dari Pak Surya Paloh melalui yayasannya, ia melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di SMA Sukma Bangsa Bireun.

Suami Nazalena S.Pd tidak hanya berhenti di seragam abu-abu (SMA), tetapi juga melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 di Universitas Serambi Mekkah yang terletak di Banda Aceh. Ia berhasil menyelesaikan gelar sarjana S.Pd. Setelah itu, ia memilih untuk kembali ke kampung halamannya.

Ia mulai bekerja di Kantor Camat Krueng Sabee pada tahun 2012, berkat bantuan Pak Yusuf yang merekrutnya. Awalnya, ia bekerja sebagai sopir, namun karena sifatnya yang jujur dan dapat dipercaya, ia kemudian dipindahkan ke bagian keuangan di Kantor Camat. Ia menjalani pekerjaan ini cukup lama, tetapi sayangnya tidak pernah diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Mungkin hal ini disebabkan karena pada saat itu tidak ada pengangkatan untuk pegawai kontrak atau honorer menjadi PNS.

Pada tahun 2018, Boy bergabung dengan STAI-PTIQ Aceh. Ia dipercayakan menjadi staf akademik. Sejak saat itu, warga kampus memanggilnya dengan panggilan Pak Boy.

Ketika ada pembukaan beasiswa Pergunu tahun 2022, Pak Boy menjadi salah satu peserta yang ikut seleksi. Alhamdulillah, ia pun ditetapkan sebagai salah satu penerima beasiswa tersebut. Sejak saat itu, Pak Boy menjadi mahasiswa Pascasarjana KH. Abdul Chalim di pulau Jawa.

Menimba ilmu manajemen pendidikan Islam dari berbagai guru di sana. Rasa syukur dan terima kasih tak terkira, pada semua uluran tangan yang telah membersemai perjalanan pendidikannya, termasuk suport terbesar dari Bapak Dr. Musa Alfadhil, ketua STAI-PTIQ Aceh.

Meskipun berasal dari daerah terpencil, Boy yang sejak sekolah dasar sudah berjuang keras dalam pendidikan formal, tidak membuatnya kehilangan semangat untuk belajar. Pemuda yang sederhana dan pendiam ini berusaha untuk membuktikan bahwa siapa pun yang memiliki keinginan, pasti Allah akan memudahkan jalannya, meskipun ia hanyalah seorang anak desa yang sederhana.

Semoga cerita ini bisa menjadi sumber inspirasi untuk memotivasi kita dalam mengejar impian. Pendidikan tinggi bukan hanya soal materi, tetapi semangat dan jiwa pendidikan itu terletak dalam diri setiap individu.











Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url